Laki-laki itu datang ke sebuah pesta. Meskipun penampilannya tidak
jauh berbeda dengan penampilan laki-laki lain yang datang, namun
kelihatannya tidak seorangpun yang tertarik padanya. Ia lalu
memperhatikan seorang gadis yang dari tadi dikelilingi banyak orang. Di
akhir pesta itu, ia memberanikan diri mengundang gadis itu untuk
menemaninya minum kopi. Karena kelihatannya laki-laki itu menunjukkan
sikap yang sopan, gadis itupun memenuhi undangannya. Mereka berdua kini
duduk di sebuah warung kopi. Begitu gugupnya laki-laki itu hingga ia
tidak tahu bagaimaan harus memulai sebuah percakapan.
Tiba-tiba ia berkata kepada pelayan, "Dapatkah engkau memberiku sedikit garam untuk kopiku?"
Setiap
orang yang ada di sekitar mereka memandang lelaki itu keheranan.
Wajahnya memerah seketika, tetapi ia tetap memasukkan garam itu ke dalam
kopinya lalu kemudian meminumnya. Penuh rasa ingin tahu, gadis yang
duduk didepannya bertanya, "Bagaimana kau bisa mempunyai hobi yang aneh
ini?"
Laki-laki itupun menjawab, "Ketika aku masih kecil,
aku hidup di dekat laut, aku suka bermain-main di laut. Jadi aku tahu
rasanya air laut, asin seperti rasa kopi asin ini. Sekarang, setiap kali
aku meminum kopi asin ini, aku terkenang akan masa kecilku, tentang
kampung halamanku, aku sangat merindukan kampung halamanku, aku
merindukan orang tuaku yang tetap hidup di sana ." Ia mengatakan itu
sambil berurai air mata, kelihatannya ia sangat tersentuh.
Gadis
itu berpikir, "Apa yang diceritakan oleh laki-laki tersebut adalah
ungkapan isi hatinya yang terdalam. Orang yang mau menceritakan tentang
kerinduannya akan rumahnya adalah orang yang setia, peduli dengan rumah
dan bertanggung jawab terhadap seisi rumahnya". Maka gadis itupun mulai
bercerita tentang kampung halamannya yang jauh, masa kecilnya dan
keluarganya.
Merekapun berpacaran. Gadis itu menemukan
semua yang dia inginkan di dalam diri laki-laki tersebut. Laki-laki itu
begitu toleransi, baik hati, hangat dan penuh perhatian. Ia adalah
laki-laki yang sangat baik, sehingga ia selalu merindukannya. Singkat
cerita, merekapun menikah dan hidup bahagia. Setiap kali, ia selalu
membuatkan kopi asin bagi suaminya karena ia tahu suaminya sangat
menyukai kopi asin.
Sesudah empat puluh tahun menikah, meninggallah suaminya. Ia meninggalkan surat kepada istrinya,
"Sayangku,
maafkan aku, maafkan kebohonganku selama aku hidup. Inilah satu-satunya
kebohonganku padamu, yaitu tentang "kopi asin". Ingatkah engkau pertama
kali kita bertemu dan berpacaran? Saat itu aku begitu gugup untuk
memulai percakapan kita.. Karena kegugupanku, aku akhirnya meminta garam
padahal yang aku maksudkan adalah gula. Selama hidupku banyak kali aku
mencoba untuk mengatakan kepadamu hal yang sebenarnya, sebagaimana aku
telah berjanji bahwa aku tidak akan pernah berbohong kepadamu untuk
apapun juga. Tetapi aku tidak sanggup mengatakannya. Kini aku sudah
mati, aku tidak takut lagi, maka aku memutuskan untuk mengatakan
kebenaran ini kepadamu bahwa aku tidak suka kopi asin. Rasanya aneh dan
tidak enak. Selama hidupku aku baru meminum kopi asin sejak aku
mengenalmu. Meski begitu, aku tidak pernah menyesal untuk apapun yang
aku lakukan untukmu. Memiliki engkau merupakan kebahagiaan terbesar yang
pernah aku miliki selama hidupku. Jika aku dapat hidup untuk kedua
kalinya, aku tetap ingin mengenalmu dan memilikimu selamanya, meskipun
aku harus meminum kopi asin lagi".
Air mata wanita itu
membasahi surat yang dibacanya. Suatu hari seseorang bertanya kepadanya,
"Bagaimana rasanya kopi asin itu?" "Sangat enak", jawabnya.
============ ========= ========= ===
Kita
selalu berpikir bahwa kita sudah mengenal pasangan kita lebih dari
orang lain mengenal mereka. Tetapi mungkin saja ada hal-hal tertentu
yang tidak kita ketahui di mana pasangan kita telah rela meminum "kopi
asin" (salty coffee) dengan membuang ego, kesombongan, kesenangan dan
hobinya untuk menjaga keharmonisan hubungan kita dengannya. Ya,
begitulah caranya mengasihi dan mencintai. Bukan menuntut, tetapi
berkorban.
Membuang kebencian dan mengasihi lebih lagi, menyebabkan rasa garam lebih enak daripada rasa gula.
Sunday, 5 January 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment