Gifu, 11 Juli 2019
Hari ini, seseorang menyapaku dengan meminta izin menanyakan hal yang sensitif. Akupun mengiyakan, meski sejujurnya sedikit cemas. Apa gerangn yang ingin ia tanyakan? Tak selang berapa lama, notifikasi pesan balasan darinya masuk. Pesan itu kurang lebih berbunyi seperti ini ''Na? Selama ini apa Nana tak merasa jika orang-orang di sekeliling Nana tak suka sama Nana? Karena aku pun demikian''. DEGG! Aku sempat tertegun membaca pesan itu. Memastikan bahwa aku tak salah mengeja huruf yang tertulis di sana. Aku pun menarik nafas panjang, lalu mulai menata kata demi kata untuk menjawab pertanyaan itu.
Masing-masing orang memiliki hak untuk merasa suka atau tidak suka pada sesuatu, pada seseorang. Begitupun dengan kalian. Dan juga, bukan kapasitasku buat bikin semua orang di sekelilingku menyukaiku. Selama tidak saling merugikan satu sama lain, itu bukanlah suatu masalah yang berarti. Toh selama ini pun kita hidup di jalan masing-masing tanpa masalah. begitu kira-kira jawaban yang aku tulis untuk menjawab pertanyaan darinya.
Ia pun kemudian menjelaskan kenapa ia tak suka padaku. ''PRASANGKA''. itulah inti dari pesan panjang yang ia tuliskan. Prasangka yang terus dipupuk menumbuhkan penyakit hati dalam diri mereka. Padahal sebenernya, yang mereka duga itu sama sekali berbeda dengn kenyataan yang ada.
Orang-orang di sekelilingku mungkin merasa aku yang menjadi kesayangan atasan, tak pernah dimarahi meski melakukan kesalahan. Sementara mereka, akan habis diterkam walau hanya melakukan kesalahan kecil. Padahal kenyataannya adalah aku pun mengalami hal yang sama sebelumnya. Jauh sebelum kini. Hanya saja, aku mendekap erat semua kesalahan dan kemarahan yang aku terima seorang diri. Tak ada yang tahu, karena aku tahu mereka pun takkan peduli. Aku bisa berkomunikasi dengan baik di sini, jadi aku tak butuh bantuan penerjemah. Dan lagi, aku selalu berusaha untuk tak mengulang kesalahan yang sama, pun berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Seburuk apapun sifatku, aku bukanlah tipe orang yang hidup dengan melontarkan kejelekkan orang lain di depan atasan. Seburuk apapun perlakuan mereka terhadapku, aku tak dididik untuk menjadi pecundang. Ibuku menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam hidup dengan begitu baik. Dan aku bangga akan hal itu.
Terkadang, kenyataan yang terungkap dari pengakuan seseorang memang terasa menyakitian. Tapi bukankah sepahit-pahitnya kejujuran akan selalu terasa lebih baik dari kebohongan yang manis?!