Monday, 17 June 2019

Sepenggal kisah anak korban broken home (2)

Posted by Nana W at 03:55

Mengawali pagi dengan tersenyum lebar. Menengadah ke arah langit biru setelah hujan berhari-hari. Menyadari, bahwa hidup tak akan selamanya muram. Pun selamanya menyenangkan. Kita butuh keduanya agar hidup lebih berwarna. Agar kita lebih memaknai tiap hembusan nafas yang Tuhan beri. 
Di antara cangkir kopi dan berbagai pikiran yang melayang, senyum itu perlahan mulai memudar. Tiba-tiba aku berusaha mengingat kenangan masa kecilku. Kenangan-kenangan yang perlahan mulai memudar seiring bertambahnya usia. Sejauh ini, aku tak punya ingatan tentang gambaran keluarga bahagia. Bahkan sesederhana kenangan tidur bersama ayah dan ibu. Bagaimana rasanya makanan yang disuapi ibu, bermain dan bercanda bersama ayah, atau sekedar merebahkan kepala di pangkuan ibu. Ohh sesederhana melewatkan hari-hari bersama ibu sepanjang tahun pun bahkan aku tak pernah merasakannya. 
Aku tau semua yang terjadi bukan sesuatu yang ada dalam kendaliku. Tapi aku tak pernah menyangka jika ini semua akan terasa lebih menyakitkan justru saat aku mulai dewasa. Selama ini aku pikir aku udah berhasil menyembuhkan luka batinku dengan belajar ikhlas dan memafkan semua yang terjadi. Tapi saat aku mengingat kembali semuanya, aku seperti merobek luka yang hanya kering di permukaan. Luka itu masih terlalu dalam.
Alih-alih merasa telah sembuh, aku justru membuat  Semuanya kembali terasa pedih. Terlalu menyakitkan, hingga aku tak mampu menahan sesak di dada. Hingga air mata pun mulai berhatuhan membasahi pipi. 

0 comments:

Post a Comment

 

Tumpah Ruah Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting