Saturday, 19 December 2015
Terimakasih, jarak
Akan selalu ada, saat dimana kita merasa jengah dan bosan dengan keadaan yang ada. Saat dimana kita mulai berharap ada hal-hal baru yang bisa membuat suasana hati kembali membaik.
Hujan sepanjang hari ini membuat begitu banyak rindu pulang dalam dada. Temu yang harus dinanti dengan sabar, membuat beban dalam dada terasa semakin menghimpit. Hal-hal yang dulu aku pikir hanyalah rutinitas yang membuat bosan, kini justru menjadi hal yang amat ingin kembali aku lakukan.
Pertemuan-pertemuan jelang tengah malam, uap kopi yang menguar dari cairan hitam dalam cangkirnya, obrolan-obrolAn yang tak jelas juntrungannya, canda tawa riuh yang sering kali mengganggu kedamaian sekitar, hingga hujan dinihari yang memperpanjang masa pertemuan di sebuah kedai kopi. Kini, semua hanya tersisa dalam bayang-bayang ingatan, dalam lembar-lembar foto album yang sengaja kusimpan dengan rapi. Berganti dengan obrolan dalam pesan singkat, berteman rindu yang semakin hari semakin bertambah kuat.
Ada kalanya aku berpikir jarak jauh lebih baik dari pertemuan tiap hari yang justru lebih rentan mendatangkan bosan. Meski tak jarang, jarak pula yang menimbulkan keretakan dalam hubungan. Paham yang bersisihan, cemburu yang tak beralasan, hingga minimnya komunikasi karna perbedaan jam tidur satu sama lain.
Tak pernah ada curiga barang sedikitpun, karna aku percaya dia tak sebrengsek para lelaki di masa laluku. Aku percaya, cinta dan setianya tak layak diragukan. Kedewasaan satu sama lain membuat aku dan dia begitu menjunjung tinggi kepercayaan. Tak ada hal yang perlu disembunyikan, saat satu sama lain mengharap keindahan perjalanan cinta menuju mimpi yang dinanti.
Terimakasih, jarak. Kau membuat hubunganku dengannya menjadi lebih berwarna. Kau membuat temu menjadi hal yang begitu kami nanti.
Categories
Kopi Cinta,
Perihal Hati yang Patah,
Sebuah cerita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment