Wednesday, 8 April 2015

masa kecil di desa

Posted by Nana W at 15:57
Aku lahir dan besar di sebuah desa yang berada di perbukitan. Orang-orang menyebutnya negeri atas angin. Udara dingin dan sejuk sangat kental terasa. Tak ada kebisingan layaknya kehidupan perkotaan. Jam delapan malam bahkan suasana begitu sepi dan damai. Karena mereka memulai aktivitas dari pagi sampai sore, jadi jam delapan mereka sudah beristirahat. Kebanyakan dari mereka hidup dengan bertani. Entah bertani dengan membuat gula merah maupun bertani padi.
Saat kecil, setelah usai sekolah biasanya aku menyusul mbahku di sawah. Terlebih saat musim panen datang. Bukan untuk membantu, tapi hanya bermain-main. Berlompat ke arah tumpukan jerami yang telah dipanen, ataupun mandi di kali. Saat orang tua makan, kami ikut makan. Di bawah gubug yang sengaja dibuat untuk berteduh maupun menyimpan hasil panen yang belum bisa diangkut pulang.

Ini area persawahan tempat mainku dulu. Area persawahan ini disebut sawah munggang yang berarti naik. Mungkin karena konturnya yang berundak-undak.
Inii gubug di sawah. Sebenernya sih bukan gubug ini yang dulu biasa jadi tempat mainku 
Ini menu favorit masakan mbahku dari jaman kecil. 
Ada kalanya, aku juga main ke kebun. Entah untuk sekedar main ataupun merecoki embah. Kadang, embah ke kebun untuk mencari kayu bakar, memetik daun tela dan belinjo untuk disayur atau untuk mengecek ubi dan kelapa. Apakah masih utuh atau ada yang malingin.
Aku juga pernah main ke tempat yang di sebut kontrak. Kontrak adalah tanah milik pemerintah yang digarap masyarakat dalam waktu berkala. Biasanya, selain ditanami pohon pinus, masyarakat juga menanami singkong, ubi dan kacang. Beberapa juga menanam buah pepaya. Yang menarik dari tempat ini adalah kita bisa melihat wilayah sekitar pekuncen ajibrang dan purwokerto dari ketinggian. Gunung Slamet terlihat begitu gagah dan kokoh. Jika beruntung, saat cuaca cerah gunung Merapi dan Merbabu bahkan bisa terlihat. Kendaraan yang bergerak, persawahan dan perumahan terlihat seperti wujud yang berbeda. Satu titik tertinggi dari tempat yang biasanya ramai dikunjungi adalah Watu kumpul dan Igir campleng. Karena kontur tanahnya miring, tempat ini juga disebut pereng.
Tak terasa, ternyata waktu berlalu dengan begitu cepat. Kini bahkan teman sepermainanku telah memiliki kehidupan masing-masing. Beberapa menikah, beberapa lainnya sibuk mengais rupiah di luar daerah. Aku merindukan masa-masa itu. Kehidupan masa kecilku. :)

0 comments:

Post a Comment

 

Tumpah Ruah Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting