Memiliki teman yang slalu setia menemani tentu menjadi mimpi bagi hampir semua orang. Meski pada kenyataannya, tak semua orang beruntung mendapatkan mimpi itu. Beberapa diantaranya justru merasakan sebaliknya. Memiliki teman yang justru hanya memanfaatkannya.
Aku beruntung, tak terlahir di keluarga orang kaya. Semakin kesini, aku semakin berfikir bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi/popularitas seseorang akan semakin sulit mengenali mana teman yang tulus mana teman yang hanya memanfaatkan. Aku berkata begini bukanlh tanpa alasan. Ini adalah hasil dari aku memperhatikan beberapa orang yang aku kenal dan aku sempat mengalaminya juga.
Yaaa cerita ini memang seputar materi. Ada yang tiba-tiba mendekat hanya karena si A sekarang bermobil, ada juga karena si B memiliki hp yang apdet, tak sedikit juga karena si C pintar. Macem-macem ceritanya.
Tapi inti dari semua itu sama. Pertemanan yang berdasar kepentingan pribadi. Yaa jaman sekarang nyari seseorang yang tulus emang bukan hal yang mudah. Bahkan lebih sulit dari nyari jarum di tumpukan jerami.
Aku bersyukur, punya teman yang tak begitu. Saling tau kebobrokan diri satu sama lain, tapi tak pernah saling menghakimi. Meski jarang bertemu, tapi selalu rame kompak dan tak pernah kehabisan bahan seperti tiap hari ketemu. Yaa, memiliki sahabat itu seperti memiliki saudara lain dari orang tua yang berbeda. Saling menyayangi, saling berbagi, saling menjaga. Merasakan sakit dan sesak yang sama, ketika salah satu diantara kami terluka. Alhamdulillah aku memiliki mereka. Teman yang tulus adalah segalanya. We're rich, when we have something priceless.
Monday, 28 September 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment