Saturday, 14 May 2016

Kehilangan selalu menyisakan luka yang mendalam

Posted by Nana W at 14:12
Semarang hari ini tak terlalu panas. Tak seperti hari kemarin. Langitnya yang biru indah, terlalu menyakitkan untuk dinikmati. Karna matahari bahkan begitu menyengat untuk aku barang sejenak menikmati langit beberapa detik.
Pagi ini, aku berangkat ke stasiun untuk perjalanan pulang ke Bumiayu. Aku memang sengaja berangkat lebih cepat. Biar ga buru-buru. Jam 9.32 abang gojek dateng menjemput. Dan aku sampai di stasiun Semarang Poncol sekitar 09.58. Setelah ngeprint tiket, akupun duduk nuelonjorin kaki dan ngelurusin tangan. Maklum, barang bawaanku hari ini lumayan banyak. Iyaa, nyicil pindahan.
Saat duduk di ruang tunggu, ibu di sebelahku menyapa. Awalnya hanya pertanyaan basa-basi, seperti mau kemana, dari mana dan kok sendirian. Tapi, raut mukanya tiba-tiba berubah. Aku kira-kira usia ibu itu sekitar 55tahun. Beliau terlihat sedih, saat seorang papah muda menggendong anak perempuannya yang aku perkirain berusia satu tahun lewat sedikit. Ibu itu kemudian mulai bercerita dengan air mata yang udah mengalir. Bahwa ia kehilangan putrinya. Putrinya meninggal tiba-tiba, tanpa sakit. Meninggalkan cucu perempuannya yang baru berusia setahun.
Aku bisa melihat dengan jelas dalamnya luka yang ibu itu rasakan. Yaa, kehilangan memang selalu menyisakan luka mendalam. Terlebih bagi yang mencinta dengan terlalu dalam. Rsanya aku pengen memeluk ibu itu, tapi keraguan masih memenuhi benakku.
Anak, adalah harta terbesar bagi seorang perempuan. Belahan jiwanya, semangat hidupnya. Kehilangan seorang anak tentu bukan hal yang mudah bagi seorang ibu. Ia kehilangan separuh dari hidupnya. Sepruh dari jiwanya. Sakit yang dirasakan, jelas lebih menyakitkan dari sekedar patah hati.
Ibu itu duduk di kursi tunggu dari jam 10. Beliau datang dari Salatiga, hendak ke Tanjung Priuk. Menjenguk adik yang sakit, katanya. Beliau datang terlalu cepat. Karna kereta yang beliau tumpangi, Tawang Jaya jadwal keberangkatannya masih jam dua siang nanti. Itu artinya, si ibu harus menunggu selama empat jam. Sendirian.
Sedih, bangeeet. Aku bahkan masih kepikiran sampe sekarang. Masih jam 1.15
Saat sebelum masuk peron, aku sempetin pamit sama si ibu. Aku sungkemin. Semoga ibu slalu sehat.

0 comments:

Post a Comment

 

Tumpah Ruah Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting