Thursday, 26 May 2016

Penantian yang menyakitkan

Posted by Nana W at 12:12 0 comments
Dua minggu berlalu dengan penuh duka. Empat belas hari, tentu bukan waktu yang sebentar. Terlebih bagi orang yang tengah berada dalam penantian sepertiku. Saat tiba hari ini, aku bersiap mematangkan segalanya. Bersiap menerima jawaban terburuk yang mungkin terjadi. Harapan akan jawaban baik? Tentu saja aku punya. Tapi aku tak ingin terlalu muluk berharap. Aku bahkan tak lagi siap untuk kecewa, meski telah berulang kali bertemu dan menderita. Kecewa selalu mengintaiku dengan begitu seksama. Ia bahkan takkan melewatkan kesempatan sekecil lubang semut sekalipun, hanya demi bisa membuatku terluka.
Aku mematut diri. Hari penantian tentu harus disambut dengan pantas. Aku duduk di bangku panjang berwarna biru. Penuh harap, Meski dengan lebih banyak cemas. aku berusaha tenang, meski detak jantung tetap saja tak bisa kukendalikan.
Menit terlewat, jam berlalu. Akhirnya ia datang. Wajah itu, wajah yang telah biasa ku lihat. Tapi kali inu, wajah itu sama sekali terlihat lain. Ia tersenyum. Iyaa, senyum. Senyum itu menghiasi wajahnya. Senyum yang indah, dan juga begitu manis. Tapi kau tau? Senyum itu, justru terasa lebih menyakitkan dari kata-kata pedas dan muka masam yang biasa kuterima. Kata-kata yang terlontar dari bibirnya sesaat kemudian, bahkan tak mengurangi sedikitpun sakit yang ditimbulkan dari senyum yang tersungging dari balik bibir tipisnya. Ia memintaku kembali menunggu. Kem-ba-li me-nung-gu.
Aku hanya mengangguk pelan. Pasrah pada apapun yang ia katakan. Aku tak sanggup berkata-kata. Mata ini bahkan mulai terasa pedih. Bukan soal harus kembali menunggu. Tapi penantian selama ini hanya terasa sia. Seperti air sisa hujan semalam, yang perlahan hilang dan kering, tersengat matahari.
Buatku, penantian memang selalu menyakitkan. Tak hanya tersiksa karna waktu yang terasa berjalan begitu lambat. Perasaan yang membuncah dalam dada, prasangka yang terus bermain liar dalam kepala. Semuanya melelahkan. Bahkan udara yang kuhirup pun terasa begitu berat.mimpi-mimpi dan harapan indah, perlahan mulai layu. Tak ada lagi yang membuatku yakin, bahwa penantian membawaku pada ujung yang bahagia seperti cerita-cerita dalam dongeng. Penantian ini, bahkan jauh lebih menyakitkan dari sekedar patah hati. Jauh lebih menyakitkan dari sekedar patah hati.

Saturday, 14 May 2016

Kehilangan selalu menyisakan luka yang mendalam

Posted by Nana W at 14:12 0 comments
Semarang hari ini tak terlalu panas. Tak seperti hari kemarin. Langitnya yang biru indah, terlalu menyakitkan untuk dinikmati. Karna matahari bahkan begitu menyengat untuk aku barang sejenak menikmati langit beberapa detik.
Pagi ini, aku berangkat ke stasiun untuk perjalanan pulang ke Bumiayu. Aku memang sengaja berangkat lebih cepat. Biar ga buru-buru. Jam 9.32 abang gojek dateng menjemput. Dan aku sampai di stasiun Semarang Poncol sekitar 09.58. Setelah ngeprint tiket, akupun duduk nuelonjorin kaki dan ngelurusin tangan. Maklum, barang bawaanku hari ini lumayan banyak. Iyaa, nyicil pindahan.
Saat duduk di ruang tunggu, ibu di sebelahku menyapa. Awalnya hanya pertanyaan basa-basi, seperti mau kemana, dari mana dan kok sendirian. Tapi, raut mukanya tiba-tiba berubah. Aku kira-kira usia ibu itu sekitar 55tahun. Beliau terlihat sedih, saat seorang papah muda menggendong anak perempuannya yang aku perkirain berusia satu tahun lewat sedikit. Ibu itu kemudian mulai bercerita dengan air mata yang udah mengalir. Bahwa ia kehilangan putrinya. Putrinya meninggal tiba-tiba, tanpa sakit. Meninggalkan cucu perempuannya yang baru berusia setahun.
Aku bisa melihat dengan jelas dalamnya luka yang ibu itu rasakan. Yaa, kehilangan memang selalu menyisakan luka mendalam. Terlebih bagi yang mencinta dengan terlalu dalam. Rsanya aku pengen memeluk ibu itu, tapi keraguan masih memenuhi benakku.
Anak, adalah harta terbesar bagi seorang perempuan. Belahan jiwanya, semangat hidupnya. Kehilangan seorang anak tentu bukan hal yang mudah bagi seorang ibu. Ia kehilangan separuh dari hidupnya. Sepruh dari jiwanya. Sakit yang dirasakan, jelas lebih menyakitkan dari sekedar patah hati.
Ibu itu duduk di kursi tunggu dari jam 10. Beliau datang dari Salatiga, hendak ke Tanjung Priuk. Menjenguk adik yang sakit, katanya. Beliau datang terlalu cepat. Karna kereta yang beliau tumpangi, Tawang Jaya jadwal keberangkatannya masih jam dua siang nanti. Itu artinya, si ibu harus menunggu selama empat jam. Sendirian.
Sedih, bangeeet. Aku bahkan masih kepikiran sampe sekarang. Masih jam 1.15
Saat sebelum masuk peron, aku sempetin pamit sama si ibu. Aku sungkemin. Semoga ibu slalu sehat.

Friday, 13 May 2016

Surat kecil untuk ibu

Posted by Nana W at 08:13 0 comments
Ibu, aku tau perjuanganmu sudah terlalu jauh hingga sampai di titik ini. Ibu juga mungkin sudah lelah. Tapi bersabarlah sedikit lagi, bu. Semuanya akan segera berakhir.
Awan gelap itu memang telah nyata terlihat di depan kita. Tapi kita pernah melewati badai yang jauh lebih besar dari sekedar awan gelap ini. Saat dimana kita bahkan tak punya selimut untuk menghangatkan tubuh di saat dingin menyapa. Ingatlah bu, kita yang skarang, tak lagi kita yang dulu. Kita punya kekuatan yang jauh lebih dari sebelumnya. Kita punya sesuatu yang tak kita miliki dulu.
Tetaplah percaya, bu. Bahwa Tuhan slalu bersama kita. Dengan cinta kasihNya. Tuhan takkan membiarkan malaikat seperti ibu kembali terjatuh di pesakitan yang sama. Ibu masih punya Nana. Anak ibu yang manja, yang kini tengah belajar mandiri, mencari jalan untuk mulai membangun mimpi-mimpi kita. Ibu takkan berjuang sendirian lagi seperti dulu. Tak akan.
Jangan putus berharap akan kebaikan Tuhan, bu. jika bukan karna kebaikanNya, kita takkan punya tenaga dan smangat hingga saat ini. Kita bisa melewati semua ini, bu. Kita pasti bisa.
Doakan selalu anakmu ini, yaa bu. Karna hanya dengan doa dan cinta kasih ibu selama ini lah, aku mampu melewati semuanya dengan baik, dengan penuh senyum. Akan ku seleseikan semua yang telah kumulai di kota ini. Tunggu kepulangan anak ibu ini dengan senyum yang selalu menenangkan itu. Dengan dekapan hangat yang tak ada duanya.
Aku menyayangi ibu lebih dari apapun, jauh di atas cintaku pada siapapun di dunia ini.
 

Tumpah Ruah Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting